Followers

Widget-1 title

About Me

Widget-2 title

resensi sejarah


JUDUL BUKU               : Malapetaka Indonesia
Pengarang                   : Max Lane
Tahun Terbit               : April 2012
Panjang x Lebar buku : 13x19cm
Jumlah halaman         : xiv+114hlm
Penerjemah                : Chandra Utama

DISKRIPSI         BUKU:
Buku ini memberi uraian yang baik dan mendalam terkait isu-isu dalam satu uraian yang padat dan kritis dari sudut pandang politik kiri. Buku ini juga memberi jalan bagi penjelasan mengenai situasi masa kini dan masa depan dari politik kerakyatan Indonesia.
Paruh Kedua tahun 1950 hingga 1965 merupakan Indonesia yang paling menarik namun sekaligus paling gelap. Ada begitu bnayak pertanyaan yang belum terjawab seputar Soekarno,PKI dan partai-partai lainya,tentara,dan kehidupan politik Indonesia,baik ditingkat elit dan rakyat,di saat itu. Buku ini memberi uraian yang baik dan mendalam terkait isu-isu dalam satu uraian yang padat dan kritis dari sudut pandang politik kiri. Buku ini juga memberi jalan bagi penjelasan mengenai situasi masa kini dan masa depan dari politik kerakyatan Indonesia.
Sebagai intelektual yang memihak gerakan kiri secara tegas,. Max tetap mencatat, selama demokrasi terpimpin terjadi mobilisasi massa dan radikalisasi kaum intelektual dalam Front Nasional yang efektif. “Sejumlah kampanye nasional paling penting adalah kampanye melawan keberlanjutan kolonialisme Belanda di Papua Barat, kampanye penyatuan Papua Barat ke Indonesia dan kampanye melawan pembentukan negara bagian Malaysia serta kampanye melawan pengaruh-pengaruh budaya Amerika. Bahkan, ada sejumlah kampanye yang menyerukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Amerika, Inggris, dan Belgia” (hlm. 35–36).
Dalam bab “Jebakan Retuling”, Max mengatakan, “Satu rintangan penting yang dihadapi PKI adala keberadaan angkatan bersenjata yang sudah siap secara fisik untuk menyingkirkan PKI dan Soekarno dari alur politik” (hlm. 45).
Max mengungkapkan, “pada 1950-an, pemerintahan Eisenhower bahkan memutuskan bahwa, jika diperlukan, mereka akan mendukung terbelahnya Indonesia dan terpisahnya Jawa (yang merupakan basis golongan kiri) dari wilayah lain di negara ini” (hlm. 60). Max juga mengutip John Roosa yang banyak menyodorkan bukti pembicaraan di lingkaran-lingkaran diplomatik Amerika Serikat, Inggris, dan Sekutu sebagai poros yang membenci perkembangan politik di Indonesia beserta solusinya.
Sebagai indonesianis yang menaruh perhatian pada gerakan kiri, di sini Max dari awal menegaskan keberpihakannya kepada gerakan kiri. Ada dua asumsi yang mendasari keberpihakannya. Dalam artikel “Soekarno: Pemersatu atau Pembelah” di Bagian II buku ini, ia menegaskan, “Baik sebagai seorang akademisi yang “indonesianis” maupun sebagai warga dunia yang berkewajiban berideologi, saya menyatakan sebelumnya bahwa saya termasuk orang yang sangat menghargai kepemimpinan Soekarno serta pikirannya, meskipun saya juga berpendapat dia bukan manusia sempurna: pernah juga melakukan kekeliruan dan kadang-kadang analisa yang salah” (hlm. 83–84).
Kelemahan dari buku ini adalah buku ini tidak memaparkan analisis mendalam berbasiskan data tentang latar belakang, momen, dan akibat dari hancurnya gerakan kiri di Indonesia. Tidak terlalu menyebutkan nama tookoh-tokoh yang terkait secara mendetail.
Kelebihan dari buku ini adalah halamannya tidak terlalu banyak sehingga pembaca tidak mudah bosan.
Kesimpulan :
Sampai saat ini kasus mengenai latar belakang berdirinya orde baru tidak mendapat bukti yang akurat dan lengkap  dikarenakan sejak tahun 1998 (mulai dibukanya kembali kasus ini) bukti-bukti belum terkumpul secara detail.

Categories: